Persahabatan

Jumat, 27 Februari 2015


Cerpen Persahabatan

 

Pada postingan kali ini admin akan memberikan artikel sebuah cerita pendek dengan tema persahabatan yang mengisahkan eratnya hubungan sahabat antara dua manusia.

Silahkan langsung disimak semoga cerpen singkat ini dapat memberikan penyegaran dan pengertian akan makna sahabat yang sangat penting dalam kehidupan kita.

Arti persahabatan
“Amel, Amel, tunggu aku sebentar”.
Sekolah baru saja usai, Amel sedang berjalan pulang ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. Dia menoleh ke belakang. Terlihat Noni berlari mengejarnya dengan tergopoh-gopoh.
“Ada apa Noni?”, tanya Amel
keheranan.

“Begini, aku mau mengembalikan ini”, kata Noni sambil mengangsurkan sebuah tas plastik kepada Amel.
Amel, melihat isi tas plastik tersebut, lalu bertanya, “Lho, kenapa dikembalikan, kamu tidak suka sepatu ini ya?”
“Tidak, ee..., maksudku, aku suka sepatu itu.”

“Lantas mengapa sepatu ini kamu kembalikan kepadaku, apakah kamu tidak memerlukannya?”, tanya Amel menyelidik.
“Sebenarnya aku sangat memerlukan sepatu itu, tapi....”, suara Noni terhenti, dia ragu-ragu untuk meneruskannya.
“Tapi apa Noni?”, tanya Amel lagi.

Noni teringat dengan kejadian kemarin. Ketika itu, dia baru saja pulang dari sekolah. Saat masuk rumah, segera ditemuinya Ibunya yang sedang memasak di dapur.

“Bu…Bu… lihat”, katanya sambil berjingkat-jingkat penuh kegirangan.
Ibunya menengok sebentar ke arah Noni, kemudian kembali sibuk mengaduk-aduk masakannya di panci, “Lihat apanya?”
“Lihat ini dong Bu, bagus sekali kan”, kata Noni sambil mengangkat kaki kirinya, menunjukkan sepatu baru yang sedang dipakainya.

Ibunya menengok sekali lagi sambil berkata, “Iya, bagus sekali sepatu yang kau pakai. Omong-omong, sepatu itu pinjam dari siapa?”

“Ah Ibu, ini sepatu milikku”, kata Noni dengan nada gembira.
“O begitu. Lho, jadi kamu sudah membuka tabunganmu ya. Memangnya sudah terkumpul banyak uang tabunganmu?”, tanya ibunya.
“Tidak, uang tabunganku masih utuh di dalam celengan. Sepatu ini aku dapat dari Amel. Dia yang memberikannya untukku”
“Ah masak sih, kok bisa begitu?”, tanya ibunya tidak percaya. “Ingat, kamu jangan suka meminta-minta lho pada teman-temanmu”, lanjutnya.

“Tentu tidak dong Bu”, sergah Noni, “ceritanya begini: kebetulan Amel membeli sepatu baru minggu lalu, tapi ternyata sepatu itu kebesaran sedikit. Karena itu Amel menawarkannya kepadaku. Lantas aku coba, kok pas sekali untukku. Lalu Amel memberikannya untukku”.

“Wah beruntung sekali kamu Noni. Apakah ayah dan ibu Amel mengetahuinya?”, tanya ibu Noni.
“Tentu saja Bu. Mana berani Amel memberikannya tanpa sepengetahuan orang tuanya. Mereka baik sekali ya Bu”, kata Noni.
“Iya. Tapi aku yakin Bapakmu tidak akan suka”, kata ibu Noni sambil tetap memasak.
“Tidak mungkin dong Bu”, kata Amel yakin, “Bapak pasti juga akan gembira”.
“Tunggu saja kalau Bapak pulang nanti”, wanti-wanti ibunya.

Benar. Ketika ayahnya pulang ke rumah setelah seharian mengemudi becak, Noni langsung menyambutnya dengan memamerkan sepatu barunya. Tapi jawaban ayahnya seperti perkiraan ibunya tadi.

“Apa? Kau diberi sesuatu lagi oleh temanmu. Cepat kembalikan. Kita sudah menerima pemberian terlalu banyak dari mereka Noni. Dulu tas dan peralatan tulis-menulis. Bulan lalu seragammu juga diberi oleh ayah Amel serta uang sekolahmu dilunasinya ketika Bapak tidak punya uang. Sudah tidak terhitung lagi pemberian mereka kepada kita”
“Tapi Pak, Amel memberikannya dengan ikhlas kepadaku”, kata Noni membela diri.

“Betul. Bapak tidak menyangkal ketulusan hati mereka. Tapi ini sudah terlalu banyak. Mereka selalu membantu kita, tapi apa yang bisa kita berikan kepada mereka? Tidak ada”, kata ayah Noni dengan sedih.

“Mereka tidak mengharapkan balasan dari kita Pak”, kata Noni mencoba meyakinkan ayahnya.
“Tidak. Pokoknya sepatu tersebut harus dikembalikan segera”, jawab ayah Noni dengan tegas. “Dan jangan menerima lagi pemberian mereka. Keluarga Pak Ramlan memang baik sekali, tetapi kita tidak bisa terus-menerus menerima bantuan dari mereka tanpa kita bisa membalasnya. Apa yang bisa kita berikan kepada mereka, mereka itu kaya sekali dan tidak memerlukan sesuatu dari kita yang miskin ini”.

“Tapi Pak…”, Noni mencoba menawar.
“Tidak ada tetapi, ini sudah menjadi keputusan Bapak. Sepatu itu sudah harus dikembalikan besok”.
“Ya Pak’, kata Noni menyerah.

Amel memandang wajah Noni yang sedih ketika menceritakan alasannya mengembalikan sepatu pemberiannya tersebut.
“Ya sudah, nggak usah sedih. Bagaimana kalau sepatu ini tetap kamu simpan saja, tidak usah bilang ayahmu”, kata Amel menghibur.

“Tidak bisa. Aku sudah janji pada Bapak untuk mengembalikan sepatu ini”, kata Noni
“OK. Aku simpankan dulu ya sepatu ini, nanti jika ayahmu sudah tidak marah lagi, kamu boleh mengambilnya lagi”
“Baiklah Amel, kamu baik sekali. Kamu memang sahabatku yang sejati”, kata Noni sambil memeluk sahabat karibnya itu.

Keesokan harinya, Amel tidak masuk sekolah. Noni mencari-cari ke manapun di sekolah tapi Noni tetap tidak tampak juga. Pada jam pelajaran ketiga Pak Guru memberi pengumuman kepada murid-murid sekelas Noni.
“Anak-anak, ada kabar buruk. Pak Ramlan , ayah Amel mengalami kecelakaan mobil pagi tadi. Beliau terluka parah dan sekarang berada di rumah sakit memerlukan darah yang cukup banyak. Bapak akan segera meminta guru-guru untuk mendonorkan darah bagi Pak Ramlan. Kalian dibolehkan pulang lebih awal.”

Anak-anak segera berebut keluar kelas untuk pulang. Noni juga segera keluar ruangan dan berlari menuju ke tempat ayahnya biasa mangkal. Terlihat ayahnya masih duduk di atas becaknya menunggu calon penumpang. Noni bergegas menemuinya dan menceritakan pengumuman Pak Guru tadi.

Mereka berdua segera menuju ke rumah sakit dan menuju ke ruang gawat darurat di mana ayah Amel dirawat. Setelah ayah Noni menjelaskan maksud kedatangannya, seorang kerabat Pak Ramlan menunjukkan jalan ke ruang PMI untuk donor darah. Setelah darahnya diambil, terlihat para guru sekolah Amel berdatangan dan sebagian mendonorkan darahnya. Berkat sumbangan darah dari ayah Noni dan para guru, kondisi Pak Ramlan segera membaik.

“Terima kasih banyak, Pak
Ahmad”, kata Pak Ahmad pada saat menengok Pak Ramlan di rumah sakit. “Berkat bantuan Pak Ahmad, saya bisa pulih kembali seperti sediakala”.

“Ah tidak Pak, itu memang sudah kewajiban saya untuk membantu sesama. Apalagi kan selama ini keluarga Pak Ramlan sudah sangat sering membantu kami, tanpa kami mampu membalasnya”, kata ayah Noni.

“Pak A
hmad tidak perlu memikirkan untuk membalasnya. Kami melakukan semuanya selama ini dengan ikhlas. Noni kan teman Amel yang paling akrab dan sering membantu Amel dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugasnya. Saya kira itu sudah cukup. Karena itu terima kasih Pak Ahmad telah menyelamatkan nyawa saya”, kata ayah Amel sambil tersenyum.

“Sama-sama Pak, kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang tak terhitungkan selama ini”, kata Pak A
hmad.
Noni dan Amel saling berpandangan dengan gembira mendengar percakapan kedua orang tua mereka.

“Kalau begitu, boleh kan saya memberikan sepatu saya kepada Noni”, tanya Amel.
“Tentu saja, tentu saja Amel. Begitu kan Pak A
hmad. Ini sebagai ungkapan terima kasih kami”, kata ayah Amel cepat-cepat.
“Baiklah”, jawab ayah Noni tidak mampu menolaknya.

“Horeeeeeeeeee”, teriak Amel dan Noni bersama-sama sambil melompat-lompat gembira.
“Ha….ha….ha….”, ayah ibu Amel dan Noni tertawa berderai melihat kelakuan kedua anak itu.

Nah sekian dulu postingan cerpen persahabatan kali ini,... semoga bermanfaat !!
 

0 komentar:

Posting Komentar